Street Food: Now and Then

April 24, 2013



TK, SD, SMP, SMA, hingga perguruan tinggi. Itulah tahapan yang penulis lalui sebelum akhirnya meniti karir di sebuah kantor yang berdomisili di Jakarta. Selama bersekolah, tentu saja penulis memiliki hal-hal berkesan seperti guru, teman, dan tentunya
MAKANAN! Well, karena penulis bersekolah dari TK, SD, SMP, hingga SMA yang sama, maka jajanan yang penulis temui ya itu-itu saja. Namun, justru karena 18 tahun menjambangi lingkungan sekolah ini berikut jajanan-jananannya, makanan adalah salah satu yang paling memorable untuk penulis.



Di setiap jalan sekitar sekolah tersebut, terdapat banyak penjual yang menjajakan makanannya. Jajanan-jajanan jalan ini terdiri dari berbagai macam, mulai dari kue cubit, batagor, kue lekker, burger, es krim, siomay dan seterusnya. Salah satu yang terenak di antara jajanan-jajanan tersebut adalah kue cubit. Pasalnya, kue cubit di sekolah penulis ini berbeda dari kue cubit yang dijual dari tempat lain. Dijual oleh 2 orang lelaki kembar menggunakan 2 gerobak yang tersebar di 2 lokasi dengan 2 pilihan tingkat kematangan: matang atau setengah matang. Rasanya pun sangat sangat ENAK! Penulis pernah menjumpai juga kue cubit yang dijual setengah matang, tetapi rasanya tetap saja tidak seenak yang penulis jumpai di sini. Adonannya kental, sehingga rasa manisnya juga terasa enak di mulut, tidak seperti kue cubit lain yang kadang terasa anyep di mulut karena adonannya mengandung air yang kelewat banyak.


Jajanan-jajanan jalan ini sering disebut dengan istilah street food. Street food bisa dijumpai di banyak ruas jalan di Indonesia, khususnya di daerah yang memiliki massa yang cukup banyak seperti sekolah dan perguruan tinggi. Bahkan, di perguruan tinggi tempat penulis sempat memutar otak, terdapat street food yang berderet dari lorong area luar kampus hingga halte. Waktu itu penulis rasanya bingung mau jajan apa setiap kali lewat lorong tersebut karena banyaknya pilihan yang tersedia.


Nah, street food ini biasanya menjual makanan siap saji dengan harga yang terjangkau. Nah, makanan yang dijual juga biasanya berupa makanan ringan atau bersifat pengganjal perut saja. Namun, kalo dimakan banyak juga bisa bikin perut kenyang. Biasanya, street food ini bertengger di jam yang bervariasi. Kalau di sekolah, hanya pagi-pagi saja atau sampai pulang sekolah, tetapi di jalan-jalan lain bisa baru muncul pada malam hari. Makanya sekarang penulis cukup kesulitan jika mau bernostalgia dengan street food yang dijual di sekolah, karena saat penulis pulang kantor, mereka udah nggak jualan lagi. Sebenarnya, street food bukan hanya makanan yang dijual dengan gerobak saja, tetapi bisa saja memiliki tempat yang tetap. Ada kalanya, para penjual street food ini juga berkumpul di sebuah tempat dan menjadi sebuah food court dadakan.



Saat ini, street food sudah mengalami perkembangan. Salah satunya dari variasi street food itu sendiri. Tadinya, street food itu hanya memiliki variasi yang sempit. Misalnya kue cubit yang hanya dijual dalam kondisi matang dan hanya memiliki rasa coklat dan keju. Sekarang, selain memiliki pilihan matang dan setengah matang, kue cubit juga memiliki bentuk “rangka” atau “laba-laba”. Di mana kue cubitnya berbentuk menyerupai sarang laba-laba dan dibuat garing. Ada lagi kue cubit rainbow, di mana sepertinya ini pengaruh dari euphoria Indonesia terhadap Rainbow Cake. Itu baru contoh dari salah satu street food saja. Ada lagi variasi dari serabi bandung yang kini popular dengan penggabungannya dengan es krim. Serabi tradisional hanya memiliki satu rasa dan dimakan begitu saja. Sekarang, pilihan serabi bermacam-macam, baik dari rasa serabi itu sendiri maupun pilihan toppingnya. Wah benar-benar inovatif tanpa mengurangi kenikmatan dalam memakan serabi itu sendiri. Faktanya, para penjual street food yang berinovasi inilah biasanya yang mampu memperbesar penetrasinya di mata masyarakat dan menjadi terkenal karena memiliki ciri khas tersendiri.


Aspek lain yang meunjukkan perkembangan street food adalah fakta bahwa street food yang tadinya hanya dijual di ruas jalan, kini sudah merambah pusat perbelanjaan. Bahkan, ada street food impor yang menghiasi tanah air dan memiliki outlet sendiri di food court mall. Dasarnya tetap sama, makanan siap saji dengan harga yang terjangkau. Sayangnya, street food yang sudah masuk pusat perbelanjaan pasti harganya akan lebih mahal daripada street food tradisional. Hal ini wajar, mengingat beberapa faktor pembiayaan dan pemeliharaan yang lebih mahal jika berada di pusat perbelanjaan. Ditambah lagi, street food sudah ada yang memiliki format sebagai bisnis franchise.


Street food memang memiliki banyak sekali kelebihan, seperti harga makanannya yang relatif pas di kantong, rasanya yang enak, cepat saji, dan lainnya. Namun, penulis seringkali menemui kekurangan yang ada di street food Indonesia, salah satunya masalah kebersihan. Saat ini tidak jarang gerobak yang dipakai para penjual street food adalah gerobak yang tidak bersih. Selain itu dalam melayani pembeli, seringkali memegan segala sesuatu tanpa cuci tangan. Contoh lain, terkadang jajanan tersebut dibiarkan terbuka tanpa ada penutup apapun. Meski tidak ada binatang yang menghinggapi, tanpa ditutup pasti akan membuat debu atau asap dari kendaraan bermotor tersebut menempel. Kekurangan lain dari street food ini adalah karena sifatnya yang siap saji, maka tidak dianjurkan untuk mengkonsumsinya terlalu banyak atau terlalu sering. Kenapa? Gorengan di Indonesia saja dimasak menggunakan minyak yang sama berkali-kali hingga minyak tersebut menghitam. Dengan menggunakan metode tersebut, berapa kalori dan lemak yang terkandung di sebuah gorengan? Selain itu, makanan siap saji belum tentu memiliki gizi yang cukup, tetapi mampu membuat kenyang. Bayangkan jika kita sudah kenyang tapi sebenarnya kebutuhan gizi kita belum terpenuhi, maka potensi untuk jatuh sakit semakin tinggi.


Bagaimana dengan potensi street food ke depannya? Rasanya melihat perkembangan dari street food dari tahun ke tahun, penulis optimis bahwa ini adalah salah satu peluang bisnis berpotensi cukup besar. Di Indonesia, penulis melihat hampir semua penjaja street food tersebut sudah memiliki telepon genggam. Terkadang, saat mereka menunggu pelanggan, mereka dengan asyiknya memandang layar telepon genggam mereka dan memainkan game, menonton TV, ataupun mendengarkan lagu menggunakan earphone hanya untuk sekedar mengusir kebosanan yang menyerang. Penulis melihat hal ini bisa dimanfaatkan lebih lanjut. Dengan adanya telepon genggam, street food kini akan mampu mengantarkan jualannya kepada pelanggan. Beberapa street food yang penulis jumpai sudah mengimplementasikan hal ini, rata-rata penjual pisang goreng dengan omset yang cukup besar. Dan tentu saja ada pemesanan minimumnya untuk bisa memanfaatkan jasa pengantaran.


Di sini, penulis sebagai seorang penikmat teknologi memiliki ide kalau street food tersebut juga dijual secara online. Ya, penjualan secara online kini bukan lagi hal yang aneh. Bahkan kemilan keripik pedas pun bisa laku keras. Nah, dengan adanya penjualan secara online, hal ini menjembatani masyarakat yang mungkin tidak dapat menikmati street food karena kendala tertentu—Seperti penulis yang tidak mungkin bisa balik ke sekolah untuk beli kue cubit karena masih jam kantor. Dari sisi penjual, pasti hal ini juga akan menguntungkan karena makanannya bisa dijual lebih luas. Hal ini penulis rasa memungkinkan. Pada jaman sekarang, bahkan tanpa pendidikan yang banyak pun, setiap orang rata-rata sudah bisa menggunakan telepon genggam beserta media sosial di dalamnya. Bisa saja ke depannya ada portal khusus yang menyediakan informasi mengenai street food ini sehingga pelanggan dihadapkan kepada food court online dengan pilihan street food yang beraneka ragam. Portal khusus ini nantinya memiliki aplikasi untuk telepon genggam juga, jadi para pengguna aplikasi ini juga bisa mengetahui street food apa sih yang direkomendasikan, yang paling favorit, yang terbaru, dan lain sebagainya.


Akhir kata, penulis sebagai penikmat makanan, sangat berharap perkembangan street food di era digital dan modernisasi ini supaya semakin adaptif terhadap perkembangan zaman di mana potensi akan perkawinan kuliner dan teknologi sangat tinggi. Kuliner. Teknologi. Ya, 2 hal yang paling saya sukai di dunia ini. J

You Might Also Like

2 komentar

  1. kue cubit..enaaak...
    street food lewat internet???wah digital street food ya...
    salam kenal hidup street food

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hai, puteri.. salam kenal juga ya.. Hidup Food Lovers! :D

      Delete

Instagram Feeds

Subscribe